NASIB HONORER K2 DI ERA INDUSTRI 4.0

SUARA ARTIKEL – Saat ini negara-negara di dunia sedang menghadapi era industri 4.0. Era ini akan terus menghadirkan banyak perubahan yang tak bisa dibendung. Oleh karena itu, ada urgensinya jika negara perlu berupaya maksimal dan lebih gencar memberi pemahaman kepada semua elemen masyarakat tentang hakikat era industri 4.0 dengan segala konsekuensi logisnya. Langkah ini penting karena belum banyak yang berminat memahami era industri 4.0 ini. Masyarakat memang sudah melakukan beberapa perubahan tersebut, tetapi kepedulian pada tantangan di era digitalisasi dan otomasi sekarang ini pun terbilang minim.

Maka, negara harus mengambil inisiatif mendorong semua elemen masyarakat lebih peduli era industri 4.0. Dengan memberi pemahaman yang lebih utuh dan mendalam, masyarakat dengan sendirinya akan terdorong untuk bersiap menghadapi sekaligus merespon perubahan-perubahan dimaksud. Menjadi sangat penting adalah mendorong sektor pendidikan nasional dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan tantangan dan kebutuhan pada era sekarang ini. Kurikulum yang membuka akses bagi generasi milenial mendapatkan ilmu dan pelatihan untuk menjadi pekerja yang kompetitif dan produktif.

Indonesia sebagai salah satu negara dalam percaturan internasional, sebagai negara yang terbuka dengan pergaulan internasional, Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari perkembangan dunia. Menghadapi era industri 4.0 Indonesia harus mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan dunia yaitu dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki skill serta keterampilan, juga penguasaan teknologi agar mampu bersaing dengan negara lain. Sumber daya manusia yang menguasai perkembangan teknologi informasi, dunia digital. Yang mana sumber daya manusia tersebut dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja baik sektor publik maupun sektor privat. Pada sektor publik salah satu pekerjaan yang harus menyesuaikan diri dengan era industri 4.0 adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur “sistem rekrutmen pegawai negeri sipil akan fokus ke jabatan strategis yang perlu spesifikasi keahlian. Langkah itu untuk menghadapi era industri 4.0 yang didominasi teknologi. ”(m.liputan6.com) PNS adalah salah satu profesi yang didambakan oleh mayoritas masyarakat Indonesia. hal ini dapat dilihat pada setiap rekrutmen CPNS oleh pemerintah selalu diserbu oleh pelamar. Bahkan banyak yang rela berlama-lama mengabdikan diri menjadi tenaga honorer selama bertahun-tahun dengan harapan dapat diangkat menjadi PNS. Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara diatur mengenai hak PNS yaitu :

1. Gaji, tunjangan, dan fasilitas;
2. Cuti;
3. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
4. Perlindungan; dan
5. Pengembangan kompetensi.
Dari pengaturan tersebut dapat dilihat hak-hak PNS seperti gaji, tunjangan, dan fasilitas, hak cuti, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, perlindungan serta hak pengembangan kompetensi merupakan faktor yang menyebabkan tingginya animo masyarakat untuk menjadi PNS, ditambah faktor-faktor lain yang menjadi stigma di masyarakat seperti PNS dianggap profesi yang minim resiko pemberhentian, beban kerja yang ringan, dan waktu kerja yang fleksibel, dsb.

Tahun 2018 ini pemerintah membuka lowongan CPNS sebanyak 238.015 kursi. Dari jumlah tersebut 51.271 kursi untuk instansi pusat yang akan terbagi dalam 76 instansi dan 186.744 untuk instansi daerah yang terbagi dalam 525 instansi yang mana rekrutmen tersebut melalui satu jalur online melalui sscn.bkn.go.id yang dikelola oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. selain itu Formasi khusus honorer K2 pada pendaftaran CPNS 2018 tersebut terdiri dari 12.883 untuk tenaga guru, dan 464 untuk tenaga kesehatan. (Bkn.go.id)
Menarik untuk dikaji, khusus bagi honorer K2 pembukaan formasi ini merupakan suatu peluang untuk dapat diangkat menjadi CPNS. Namun, hal ini tidak serta merta menyelesaikan masalah honorer K2 di Indonesia. Pertama, karena kuota yang dibuka oleh pemerintah tidak sesuai dengan jumlah honorer K2 yang resmi tercatat di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang saat ini berjumlah 438.590 orang; (Bkn.go.id) kedua, menurut peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No. 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018 huruf F point 6 C tentang Ketentuan dan Persyaratan Penetapan Kebutuhan (formasi) Khusus bagi tenaga pendidik dan tenaga kesehatan dari tenaga honorer kategori II yaitu :

Baca Juga :  SAMPAH = MUSIBAH DAN BERKAH

1) Usia paling tinggi 35 tahun pada tanggal 1 Agustus 2018, masih aktif bekerja terus menerus sampai sekarang;
2) Bagi tenaga pendidik minimal berijazah Strata 1 yang diperoleh sebelum pelaksanaan seleksi tenaga honorer kategori II pada tanggal 3 November 2013;
3) Bagi tenaga kesehatan minimal berijazah Diploma III yang diperoleh sebelum pelaksanaan seleksi tenaga honorer kategori II pada tanggal 3 November 2013;
4) Memiliki tanda bukti nomor ujian tenaga honorer kategori II tahun 2013; dan
5) Memiliki kartu tanda penduduk.
Dilihat dari point satu (1) aturan mengenai usia honorer K2 yang boleh mengikuti tes CPNS berusia paling tinggi 35 tahun pada tanggal 1 Agustus 2018 memang dari segi kepastian hukum hal ini sudah sesuai dengan regulasi yang dibuat oleh pemerintah yang tentu saja sudah ada argumentasi yang melahirkan kebijakan tersebut. Namun di sisi lain, hal ini menciderai nilai-nilai keadilan di masyarakat khususnya bagi honorer K2. Karena pada kenyataanya jumlah honorer K2 yang berusia di bawah 35 tahun hanya sedikit, honorer K2 justru didominasi oleh usia di atas 35 tahun. Misalnya di Sumatera Selatan jumlah tenaga honorer K2 yaitu 7.033 orang dari jumlah tersebut yang berusia di bawah 35 tahun tidak sampai 10 persen, (jpnn.com) kalau dikalkulasikan 10 persen saja hanya sekitar 703 orang yang dapat mengikuti tes CPNS 2018 selebihnya 6.330 tidak dapat mengikuti tes CPNS. Contoh lain di kota Prabumuli dari 75 orang honorer K2 hanya 25 orang yang bisa mengikuti tes PNS dari jalur K2 sementara sisanya berusia di atas 35 tahun sehingga tidak bisa mengikuti tes CPNS, bahkan di Kabupaten Cirebon sebanyak 1.284 tenaga honorer K2 tidak ada satupun yang dapat mengikuti penerimaan CPNS 2018 karena terbentur usia. Dari jumlah seluruh honorer K2 di Indonesia dapat dipastikan hal serupa banyak terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia.

Selain itu, aturan pendidikan minimal pada point (2) dan (3) bagi tenaga pengajar dan tenaga kesehatan. Bagi tenaga pendidik minimal berijazah Strata 1 yang diperoleh sebelum pelaksanaan seleksi tenaga honorer kategori II pada tanggal 3 November 2013 dan bagi tenaga kesehatan minimal berijazah Diploma III yang diperoleh sebelum pelaksanaan seleksi tenaga honorer kategori II pada tanggal 3 November 2013 juga akan semakin menipiskan peluang tenaga honorer untuk dapat mengikuti penerimaan CPNS 2018. Misalnya saja untuk guru honorer K2 pemerintah telah melakukan validasi dari 157.000 orang, setelah divalidasi menggunakan aturan yang ada tinggal 86.000 yang memenuhi syarat, artinya ada sekitar 71.000 honorer K2 yang tidak dapat diangkat menjadi PNS karena sudah gugur dari seleksi persyaratan.

Jika dikaji lebih dalam, tampak bahwa peraturan batas usia dan aturan pendidikan yang ditetapkan pemerintah tersebut jauh dari nilai-nilai keadilan. Karena honorer K2 yang tidak dapat mengikuti penerimaan CPNS 2018 sudah bekerja dan mengabdikan diri kepada negara cukup lama ada yang belasan tahun, ada juga yang sudah puluhan tahun, bahkan ada yang memasuki usia pensiun. Penulis menyadari, aturan ketat yang diterapkan oleh pemerintah dalam penerimaan CPNS 2018 merujuk pada alasan sebagaimana yang diawal penulis paparkan karena Indonesia sudah memasuki era industri 4.0 yang mana negara dituntut menyediakan tenaga kerja baik sektor publik maupun sektor privat yang berkompeten, memiliki skill dan keahlian, serta menguasai teknologi informasi dan dunia digital yang tentu saja ini tidak dimiliki oleh mayoritas honorer K2 yang hanya mengandalkan loyalitas dan pengabdian kepada negara.

Baca Juga :  Komitmen SZ-Erick Buka Lapangan Kerja Disambut Baik Kaum Muda-Mudi Bungo

Namun, demi alasan kemanusiaan seharusnya pemerintah tidak boleh menutup mata, harus ada regulasi khusus yang berpihak kepada honorer K2 agar dapat diangkat menjadi PNS tanpa dihalangi oleh syarat administratif yang memberatkan mengingat loyalitas dan pengabdian yang dilakukan selama ini. Dilihat secara empiris sebenarnya honorer K2 sudah kaya akan pengalaman kerja secara praktis mengingat mereka sudah mengabdi kepada negara dalam waktu yang cukup lama. Artinya, paling tidak hal ini dapat menjadi pertimbangan kemanusiaan pemerintah untuk mengangkat mereka menjadi PNS.
Memang pemerintah sudah menyiapkan skenario untuk menyelesaikan masalah honorer K2 yaitu dengan mengangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) namun tetap melalui proses seleksi dan bagi yang tidak lulus penerimaan PPPK akan tetap dijadikan tenaga honorer dengan upah UMP daerah masing-masing, namun hal ini juga belum ada tanda-tanda akan direalisasikan bahkan menurut penulis solusi ini belum sepadan dengan pengorbanan yang dilakukan honorer K2 selama mengabdikan diri kepada negara dengan upah yang jauh dari standar. Sudah seharusnya pemerintah membuat suatu solusi kongkrit yang adil yaitu menjadikan honorer K2 sebagai salah satu prioritas dengan merevisi Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara khususnya terkait batasan usia dan aturan pendidikan minimal bagi tenaga honorer yang dapat diangkat menjadi PNS sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umum Forum Honorer K2 Indonesia Titi Purwaningsih mengatakan “revisi UU ASN merupakan jalan satu-satunya untuk mengakhiri polemik ini.”

(CNNIndonesia.com) Menurutnya perubahan ini dibutuhkan demi menjamin kepastian status dan kesejahteraan tenaga honorer K2, utamanya yang sudah berpengalaman.
Dari yang disampaikan Titi Purwaningsih tersebut, dapat dipahami dengan jelas bahwa solusi untuk mengatasi permasalahan honorer K2 harus dimulai dari regulasi yang paling tinggi yaitu undang-undang. Karena tanpa merevisi terlebih dahulu undang-undang ASN tidak mungkin muncul aturan-aturan yang lebih rendah yang mengatur berbeda dari peraturan di atasnya, mengingat di Indonesia berlaku hirarkhi peraturan perundang-undangan. Jadi dengan revisi undang-undang ASN menjadi peluang bagi honorer K2 agar dapat diangkat menjadi PNS.

Sebenarnya target penyelesaian revisi undang-undang ASN pada bulan Maret 2017 namun belum terealisasi. Walaupun kesepakatan taget ditetapkan bersama antara pemerintah dengan DPR RI yang diputuskan dalam rapat paripurna untuk jadi prolegnas 2017. Sampai saat ini, revisi undang-undang ASN belum menunjukan kejelasan. Menurut informasi kesekretariatan, sejak disahkan sebagai program legislasi prioritas usulan DPR RI pada akhir 2016. DPR RI dan pemerintah baru satu kali menggelar rapat pembahasan yaitu pada akhir Januari 2018. Tertundanya pembahasan revisi undang-undang ASN disebabkan salah satunya karena pemerintah tidak juga menyerahkan draf usulan revisi (koran Tempo, 2018) dari hal tersebut dapat dilihat bahwa lemahnya political will dari pemerintah untuk merevisi undang-undang ASN.

Jika ditelusuri lebih jauh, dalam rencana pengangkatan honorer K2 menjadi PNS, ada sejumlah masalah yang perlu diperhatikan. Pertama, masalah ketidaksingkronan data tenaga honorer K2 yang dipegang pemerintah dengan kondisi real di lapangan. Sebagai contoh Menpan RB telah menggelar rapat dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan soal pendataan guru honorer melalui data pokok pendidikan. Salah satu hasil rapat adalah ditemukan banyak guru honorer yang namanya terdaftar di suatu sekolah namun tidak aktif lagi mengajar sehingga harus dibersihkan (joglosemar, 2018); kedua, masih terjadi ketidak samaan pemahaman dari pemerintah tentang rancana ini. Wakil presiden Jusuf Kalla pada pertengahan Maret 2018 menyatakan sudah menyetujui rencana pengangkatan honorer K2 menjadi PNS. Dalam draf revisi undang-undang ASN per Desember 2017 usulan dari DPR RI, disebutkan bahwa pengangkatan honorer K2 menjadi ASN dimulai dari enam bulan dan maksimal 3 (tiga) tahun setelah revisi disahkan. Akan tetapi, Menpan RB Asman Abnur mengatakan bahwa dirinya sebagai menteri terikat juga dengan aturan-aturan yang sudah ada sebelumnya. Aturan itu adalah undang-undang ASN serta Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS (Joglosemar, 2018); ketiga, rencana ini dimaknai berbeda-beda oleh menteri terkait.

Baca Juga :  Jelang Imlek, Kapolres Bungo Didampingi Waka Patroli ke Vihara Padmakirti

Sebagai contoh pada rapat dengar pendapat September 2015 di DPR RI, Menpan RB sebelumnya Yuddi Chrisnandi, berjanji mengangkat honorer K2 secara bertahap sampai dengan tahun 2019. Akan tetapi, Yuddi Chrisnandi menganulir janjinya pada Januari 2016; keempat, masih belum pastinya ketersediaan anggaran yang dibutuhkan untuk menggaji PNS dari honorer K2 berasal dari APBN. (Jawa Pos, 2018) Selain itu, revisi undang-undang ASN menjadi sangat penting jika dikaji berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Herwindo Aribowo dkk (2015) terhadap guru honorer yang menemukan bahwa “berdasarkan hasil pengujian secara statistik, terdapat pengaruh yang signifikan quality of work life dan motivasi kerja guru honorer. Pengaruh yang dihasilkan bersifat positif, artinya semakin tinggi quality of work life seorang guru maka akan semakin tinggi motivasi kerjanya. Sebaliknya, semakin rendah quality of work life seorang guru, maka akan semakin rendah motivasi kerja guru.

Pengaruh quality of work life sebesar 33,5%.” Dari penelitian tersebut dapat ditafsirkan quality of life salah satunya dipengaruhi oleh besaran upah/gaji guru. Artinya, semakin tinggi gaji semakin tinggi pula kualiltas hidup, sebaliknya semakin rendah gaji semakin rendah pula kualitas hidup guru honorer. Hal ini menjadi penting, karena yang dihadapi oleh guru honorer adalah peserta didik, jika motivasi kerja guru rendah diakibatkan minimnya gaji maka kualitas mengajarpun rendah, hal ini menjadi krusial karena cukup banyak peserta didik di negeri ini yang menimba ilmu dari guru honorer. Apa jadinya kalau kualitas pendidikan di negara kita rendah diakibatkan oleh motivasi kerja guru yang kurang.
Oleh karena itu, dari uraian di atas perhatian pemerintah terhadap tenaga honorer K2 baik tenaga guru, tenaga kesehatan maupun tenaga administrasi menjadi hal yang sangat penting. Revisi aturan mengenai batasan usia dan kuota penerimaan PNS bagi honorer K2 harus segera direvisi karena bertentangan dengan nilai-nilai keadilan di masyarakat dan jika dilihat dari pancasila hal ini juga bertentangan dengan sila kelima “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” jika dibiarkan dengan regulasi yang ada saat ini.

Menurut penulis solusi untuk menyelesaikan masalah ini harus ada political will dari pemerintah, langkah kongkrit pemerintah harus menyelesaikan masalah data yang belum valid, lalu memasukan rencana revisi undang-undang ASN ke dalam Prolegnas serta menganggarkan gaji untuk tenaga honorer K2 yang akan diangkat menjadi PNS ke dalam RAPBN, selanjutnya mengangkat honorer K2 secara bertahap setiap tahun. Terakhir penulis ingin mengatakan jika tidak segera ada tindak lanjut mungkin opsi judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap undang-undang ASN dapat menjadi jalan bagi masyarakat khususnya honorer K2 untuk memperjuangkan nasibnya.

Penulis : Nanang Al Hidayat, S.H., M.H.
Dosen STIA Setih Setio Muara BUngo