SUARA ARTIKEL – Sejak dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 46 tahun 2013 khususnya tentang aturan perpajakan pada Usaha Kecil Mikro Menengah (untuk selanjutnya UMKM) yaitu UMKM yang peredaran brutonya di bawah 4,8 Miliar tidak perlu membuat laporan keuangan karena penentuan pajaknya berubah dari berdasarkan laba yang didapatkan setelah laporan keuangan dibuat menjadi hanya perlu menentukan peredaran bruto saja yang perhitungannya tidak memerlukan laporan keuangan.
Tentu hal ini merupakan kabar yang menggembirakan bagi wajib pajak UMKM, namun ada sisi buruk yang juga menakutkan buat pelaku UMKM. Jika aturan lama mewajibkan UMKM untuk membuat laporan keuangan dulu sebelum menentukan pajak yang mana menjadi kesulitannya hanya sebatas pembuatan laporan keuangan, namun sejak PP 46 tahun 2013 pajak cukup dari peredaran bruto walaupun kewajiban pembuatan laporan keuangan menjadi ringan dengan kata lain tidak ada sama sekali, ada hal yang lebih serius lagi, karena peredaran bruto sudah pasti ada di dalam kegiatan UMKM selama UMKM masih beroperasi. Hal ini sesuai dengan kesimpulan perngertian peredaran bruto dari PP No 46 yaitu jumlah pendapatan/penerimaan kotor yang diperoleh wajib pajak dari kegiatan usaha sebelum dikurangi dengan potongan tunai dan retur penjualan serta biaya-biaya (www.pajak.go.id, diakses pukul 15.00 WIB tanggal 13 Agustus 2018). Dari pengertian tersebut dapat dipahami walaupun UMKM tersebut mengalami titik impas ataupun tidak mendapat keuntungan sama sekali, pembayaran tetap harus dilakukan karena pajak UMKM berdasarkan PP No 46 tahun 2013 ini bersifat final, dengan kata lain kewajiban pajak harus dilakukan tanpa bisa dikreditkan.
Tetapi ada kabar bahagia yang dari pemerintah baru-baru ini tepatnya pada pada 8 Juni 2018 lalu dan dinyatakan berlaku mulai 1 Juli 2018 bahwa PP No 46 tahun 2013 ini berubah dari 1% menjadi 0,5% dari peredaran bruto. Hal ini merupakan titik terang yang bagus bagi pelaku UMKM namun aturan persentase ini tetap harus dipahami karena ada beberapa pengenaan yang memiliki jangka waktu pengenaan. Mulai dari untuk Wajib Pajak Badan berbentuk PT hanya 3 tahun, Wajib Pajak CV, FIRMA dan Koperasi 4 tahun, dan Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki UMKM 7 tahun. Pengenaan jangka waktu aturan persentase peredaran bruto yang baru ini tentu menjadi titik tanya kembali ke pemerintah kalau tujuannya meringankan beban pembayaran pajak sekaligus memberikan hal praktis tanpa perlu membuat laporan keungan mengapa memakai jangka waktu tahun penggunaan tarif bukan malah sebaliknya tanpa batasan pengenaan, hal ini tentu kembali ke persepsi masing-masing masyarakat dalam menanggapi, tapi yang pasti kewajiban perpajakan tetap harus dipatuhi.
Penulis : WIDYA PRATIWI, S.E., M.Si., Ak., CA
Dosen STIA Setih Setio Muara Bungo