SUARA ARTIKEL – Peran penerimaan Pajak sangat penting bagi suatu negara, maka pemerintah setiap tahun selalu mengupayakan agar penerimaan di sektor pajak selalu meningkat, dimana pajak merupakan salah satu elemen penting dalam mengelolah pendapatan suatu daerah bahkan nasional, terutama dinegara berkembang terutama di Indonesia dikelolah oleh Direktorat Jendral Pajak.
Pemerintah sejauh ini telah melakukan berbagai usaha untuk mencapain target penerimaan pemerintah yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak agar permasalahn yang terjadi pada peerintah daerah dapat berkurang. Dimana salah satu usaha pemerintah dalam hal ini adalah menciptakan reformasi perpajakan yaitu reformasi pada peraturan perundang-undangan pajak dan reformasi administrasi. Dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah dari sektor perpajakan, pemerintah melakukan beberapa hal diantaranya melakukan amandemen pada peraturan perundang-undangan dibidang pajak dan retribusi daerah.
Kebijakan pemerintah tersebut merupakan peran serta pemerintah dan dukungan pelaksanaan otonomi daerah sehinggan menciptakan hubungan sektor keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi lebih baik. Salah satu amandemen Undang-undang yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia berkaitan pajak adalah amandemen pada Undang-undang No 28 tahun 2009 tentang pajak bumi dan bangun.
Pemungutan pajak bukan pekerjaan yang mudah disamping peran aktif dari petugas perpajakan, juga dituntut kesadaran dari wajib pajak itu sendiri. Kemauan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan hal yang penting. Penyebab kurangnya kemauan membayar pajak antara lain asas perpajakan yaitu bahwa hasil pemungutan pajak tersebut tidak secara langsung dapat dinikmati oleh para wajib pajak. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak pernah tahu wujud kongkret imbalan dari uang yang dikeluarkan untuk membayar pajak.
Dari data yang dirilis oleh Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Derah kabupaten Bungo (2016) ada 17 kecamatan antara lain: Pasar muara bungo (125,52%), Rimbo Tengah (123,54), Bungo Dhani (149,34%), Bathin III (85,95%), Tanah Sepengal (109,50), Tanah Sepenggal Lintas (86,82%), Tanah Tumbuh (81,45), Limbur Lubuk Mengkuang (47,32%), Jujuhan (175,97%), Jujuhan Ilir ( 105,04), Pelepat (93,38), Pelepat Ilir (62,43), Muko-Muko Bathin VII (84,13), Rantau Pandan (104,43), BathinIII Ulu (60,09), Bathin II Babeko (96,84).
Sedangkan untuk Data Tahun 2017 di 17 kecamatan antara lain: Pasar Muara Bungo (105,08), Rimbo Tengah (106,08), Bungo Dhani (89,66), Bathin III (93,39), Tanah Sepengal (90,57), Tanah Sepengal Lintas (75,96), Tanah Tumbuh (184,69), Bathin IIPelayang (70,90), Limbur Lubuk Mengkuang (60,51), Jujuhan (118,03), Jujuhan Ilir (93,01), Pelepat (101,87), Pelepat Ilir (71,41), Muko-Muko Bathin VII (55,25), Rantau Pandan ( 60,41), Bathin III Ulu ( 79,01), Bathin II Babeko (94,60).
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara berasal dari rakyat dalam rangka membiayai semua kegiatan pemerintahan maupun yang dipergunakan untuk kepentingan pembangunan, menurut ( Mardiasmo, 2009:01) bahwa “pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan udnang-undang ( yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik ( kontraprestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan digunakan untuk kepentingan umum”
Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah, yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan tidak menerima imbalan secara langsung dan hasilnya untuk membiayai pembangunan dan pengeluaran pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Pajak bumi dan bangunan berdasarkan UU No.28 Tahun 2009 ditetapkan menjadi pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan. Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan merupakan pajak atas bumi dan/ atau bangunan yang dimiliki, dikuasi dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambang.
Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan ini dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan Undang-undang No.28 tahun 2009. Pajak Bumi dan Bangunan bersifat kebendaan yang artinya besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu keadaan tanah dan bangunan. Sedangkan kedaan subyek yang membayar pajak tidak ikut menentukan pengenaan pajak terutang, karena itu pajak Bumi dan Bangunan disebut pajak objektif.
Menurut Nurmantu (2010:148) dijelaskan bahwa terdapat dua macam kepatuhan yaitu:
1. Kepatuhan formal
kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang perpajakan . Dalam hal ini Keptahua formal meliputi:
a. Wajib pajak membayar pajak dengan tepat waktu.
b. Wajib pajak membayar pajak dengan tepat jumlah.
c. Wajib pajak tidak memiliki tanggungan pajak bumi dan bangunan.
2. Kepatuhan Material
Kepatuhan material menurut Rahayu (2010:110) adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substansi/ hakekat memenuhi semua ketentuan perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajajakn. pengertian kepatuhan materiil dalam hal ini adalah sesuai dengan penjelasan dari Rahayu (2010:110) adalah:
a. Wajib pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak apabila petugas membutuhkan informasi.
b. Wajib Pajak bersikap kooperatif ( tidak menyusahkan) petugas pajak dalam pelaksanaan proses perpajakan.
c. Wajib pajak berkeyakinan bahwa melaksanakan kewajiban perpajakan merupakan tindakan sebagai warga negara yang baik.
Dari data pembayaran pajak di tahun 2016 dan 2017 banyak faktor yang mempengaruhi meningkat atau menurunnya pendapat pemerintah daerah dari sektor pajak, diantaranya: Kesadaran pembayaran pajak, Pengetahuan yang dimiliki oleh wajib pajak, Pemahaman terhadap peraturan , Kualitas pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak, kepatuhan pajak, serta sanksi pajak yang diterapkan dapat meningkatkan penerimaan di sektor Pajak Bumi dan Bangunan.
Penulis : Dr.Hamirul
Dosen STIA Setih Setio Muara Bungo