SUARA ARTIKEL – Pengangguran adalah masalah laten yang dihadapi oleh negara-negara di dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang data ILO menunjukan sampai tahun 2017 jumlah pengangguran di dunia mencapai 201 juta orang (liputan 6.com) meningkat 3,4 juta dibanding tahun 2016. Ini merupakan peningkatan yang cukup besar dalam satu tahun. Di Indonesia jumlah pengangguran terbuka sampai Februari 2017 mencapai 7,01 juta orang (BPS). BPS juga mencatat jumlah angkatan kerja pada Februari 2017 131,5 juta orang atau naik 6,11 juta dibanding Agustus 2016 dan 3,88 juta dibandingkan Februari 2016.
(BPS) Data tersebut menunjukan kebutuhan akan lapangan kerja yang sangat tinggi khususnya di Indonesia. Hal ini merupakan pekerjaan besar bagi pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat. Untuk itu pemerintah harus mengambil langkah-langkah strategis yang mampu menekan jumlah pengangguran. Kebijakan pemerintah harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, pemberdayaan angkatan kerja harus dilakukan oleh pemerintah baik melalui sektor pemerintahan maupun melibatkan pihak swasta. Untuk itu sudah seharusnya pemerintah membatasi jumlah tenaga kerja asing yang selanjutnya disingkat TKA yang masuk ke Indonesia dengan memperketat regulasi terkait perizinan TKA agar jumlah TKA di Indonesia dapat ditekan.
Data menunjukan (Litbang TV One) tahun 2015 jumlah TKA di Indonesia berjumlah 69.167 orang, kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi 74.183 orang, selanjutnya di tahun 2017 kembali meningkat menjadi 126.006 orang. Dari data tersebut menunjukan dari tahun 2015 sampai tahun 2017 jumlah TKA di Indonesia mengalami tren peningkatan yang cukup signifikan.
Seharusnya hal ini semakin mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan untuk menekan angka tersebut. Namun, pada akhir Maret 2018 Presiden Republik Indonesia baru saja mengeluarkan kebijakan yang cukup kontroversial yaitu Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang menuai banyak kritikan dari berbagai kalangan.
Jika dilihat lebih dalam, Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diwajibkan ada Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) tetapi dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing ada kelonggaran tidak dibutuhkan RPTKA seperti jabatan komisaris dan direksi, serta pekerja yang dibutuhkan pemerintah.
Selain itu, Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing ini berpotensi menutup ruang pekerja profesional Indonesia untuk menduduki jabatan yang sama di beberapa perusahaan. Selanjutnya, dalam Pasal 9 yang menyatakan pengesahan RPTKA adalah izin menggunakan TKA adalah kurang tepat karena RPTKA berbeda dengan izin TKA yang diatur dalam peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing disebut Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTKA), Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 ini menghapus IMTKA, padahal rencana kerja dan izin adalah dua hal yang berbeda dengan persyaratan Pasal 9 ini maka TKA akan sulit diawasasi.
Selanjutnya, RPTKA dan IMTKA diwajibkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan dalam Pasal 17 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing membuka ruang TKA bekerja tanpa adanya pemberi kerja sehingga berpotensi TKA dipekerjakan oleh perseorangan. Padahal Pasal 42 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan melarang perseorangan memperkerjakan TKA.
Dengan adanya Vitas yang menjadi pemberian Itas maka izin TKA dilakukan oleh Meteri Hukum dan HAM dalam hal ini Ditjen Imigrasi dan PNBP-nya masuk ke Kemenkumham. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan izin TKA kepada Kemenaker. Lalu izin vitas bisa sampai dua tahun, kalau visa bekerja hanya 1 bulan.
Dengan adanya beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan peraturan presiden tersebut bermasalah secara hukum. Seharusnya sebagai peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari undang-undang, peraturan presiden tidak boleh boleh bertentangan dengan undang-undang. Seharusnya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing tidak boleh bertentangan dengan Pasal 42 sampai Pasal 49 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ini artinya peraturan presiden tersebut dapat diujikan materil ke Mahkamah Agung.
Jika dikaji secara formalitas pembuatan bisa jadi proses perumusan peraturan presiden tersebut tidak mengikutsertakan masyarakat yaitu Serikat Pekerja (SP) dan pihak pengusaha dalam hal ini Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ini artinya pembuatan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing tidak memenuhi prinsip-prinsip good governance, padahal prinsip good governance merupakan ciri dari negara demokrasi yang merupakan sistem politik Indonesia yaitu demokrasi Pancasila.
Penulis : Nanang Al Hidayat. SH., MH.
Dosen STIA Setih Setio Muara Bungo