“Mimpi bertemu Rasulullah SAW, Ustad Haikal Hassan Dilaporkan ke Polisi”
SUARA OPINI HUKUM – Berita yang heboh hari ini yaitu, Haikal Hassan atau yang akrab disapa Babe Haikal telah resmi dilaporkan ke pihak polisi. Pelaporan tersebut diketahui terkait dengan pengakuannya bertemu dengan Rasulullah SAW didalam mimpi.
Menurut seorang Pengacara muda, Marwan Saputra, S.H, ada asas didalam hukum yaitu, “Cogitationis Poenam Nemo Patitur”.
“Artinya adaalah, bahwa tidak ada seorangpun dapat dihukum atas apa yang ia pikirkan, yang dipikirkan saja tidak dapat dihukum apalagi yang dimimpikan,” ucap Marwan Saputra.
lalu untuk memenuhi unsur pidana, dalam hukum dikenal dengan istilah Law Is Evidence (Hukum adalah Pembuktian)
sekarang kita analisa tentang barang bukti menurut pasal 184 KUHAP, yaitu:
1. Keterangan saksi
(saksi adalah orang yang melihat,mendengar dan menyaksikan langsung)
siapa yang menyaksikan mimpi Haikal Hassan tersebut ? sedang mimpi tersebut hanya diketahui oleh orang yang bersangkutan, jadi menurut saya poin pertama tidak terpenuhi.
2. Keterangan ahli
(keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan).
Pertanyaan saya, siapa ahli mimpi di indonesia ini, kalau ahli ekonomi banyak ahli hukum banyak, ahli mimpi saya belum pernah ketemu.
3. Surat, bagaimana caranya ada bukti surat yang bisa kita dapatkan dalam mimpi, unsur ketiga juga tidak masuk.
4. Petunjuk, petunjuk apa yang bisa kita dapatkan dari mimpi orang lain, kalau kasus pencurian kita bisa mendapatkan petunjuk misalnya salah satu contoh sidik jari si pelaku, unsur ke empat menurut saya juga tidak terbukti.
5. Keterangan terdakwa,
keterangan terdakwa ini dapat dijadikan bukti ketika sudah dipersidangan, karna kalau masih ditingkat kepolisian orang tersebut belum disebut terdakwa, jadi unsur kelima ini juga tidak dapat di gunakan.
itulah yang menjadi dasar dari pendapat saya, Ust Haikal Hassan tersebut tidak dapat dipidana terkait pernyataannya bertemu Rasulullah SAW. Dia di anggap menyebarkan berita bohong.
“Banyak kasus besar yang harus diselesaikan selain kasus seperti ini,” ucap Marwan Saputra, S.H.
Marwan Saputra, juga mengatakan pendapat hukum yang disampaikannya juga berlandaskan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
“Jadi saya berhak mengeluarkan pendapat hukum saya,” tandasnya.
Penulis: Marwan Saputra, S.H
Komentar