SUARA ARTIKEL – “SUARA Anda telah saya beli,” mungkin inilah gumam seorang oknum Wakil Rakyat saat diminta memperjuangkan aspirasi pribadi atau aspirasi umum di daerah pemilihannya. Kendati gumam itu tak terdengar, tapi gerak-gerik yang tak pro rakyat, sangat-sangat menyakitkan.
Seorang anggota parlemen (Anggota DPRD) yang mengeluarkan banyak biaya, tentu akan sulit berjuang maksimal untuk rakyat yang diwakilinya. Boro-boro berjuang, memenuhi segala bentuk pinjaman saja sudah sulit, karena coas yang dikeluarkan dengan jumlah relative besar.
Pendapat penulis, bila seorang calon wakil rakyat (incumbent—wakil rakyat yang telah duduk) dalam meraih simpati rakyat menggunakan/mengiming-imingkan politik uang serta janji-janji manis (gombal belaka), maka dia sudah memberikan “racun yang mematikan”. Seyogyanya yang dijual adalah program, visi dan misi yang pro rakyat.
Rasa tanggungjawab, beban moral dan wujud kecintaan seorang wakil rakyat, akan terlihat dari sepak terjangnya.
Sangat mudah melihat buah dari tanggungjawab, beban moral dan wujud kecintaan seorang wakil rakyat terhadap masyarakat yang sudah memberikan kepercayaan kepadanya. Untuk diketahui, dalam kurun 1 periode (lima tahun) atau 2 periode (sepuluh tahun) hingga lebih, bisa dicacat apa saja bentuk pembangun infrastruktur dan non infrastruktur (mental spiritual) di dalam satu daerah. Lebih dikerucutkan di salah satu basis dusun.
Dalam satu tahun anggaran, ada dua anggaran pembangunan, yakni APBD Murni dan APBD Perubahan. Artinya, dalam satu tahun dua mata anggaran diperuntukkan bagi pembangunan. Bila wakil rakyat itu menjabat 1 periode, maka ada 10 kali anggaran. Bila 2 periode, berarti ada 20 kali anggaran, begitulah seterusnya. Apa sih anggaran yang melekat ke daerah basisnya?
Mulut bisa bicara, tapi bukti tak bisa direkayasa. Hendaknya masyarakat kita kedepannya tak terkecoh lagi dengan janji-janji manis dan buaian nilai rupiah. Toh diberi Rp 100 ribu saat pemilihan. Nilai uang ini hanyalah kepentingan sesaat, yang tidak bisa mewakili kepentingan pribadi selama 5 tahun. Bila dihitung secara akal sehat, 5 tahun sama dengan 1830 hari. Bila Rp 100.000 dibagi 1830 hari, maka perhari masyarakat hanya mendapatkan Rp 54 (lima puluh empat rupiah/hari). Bila Rp 200.000 diterima saat mau mencoblos, itupun tak akan bisa menyelamatkan selama kurun waktu 5 tahun, hanya Rp 108 (seratus delapan rupiah/hari).
Kemudian, mengacu kekuatan anggaran pemerintah, jumlahnya tak sebanding dengan kebutuhan umum masyarakat. Disinilah peran wakil rakyat yang memiliki rasa tanggungjawab, semangat membangun daerah dan kecintaan terhadap daerahnya. Bila wakil rakyatnya lebih mendahulukan daerah lain atau kepentingan pribadi, tentu cita-cita yang diidam-idamkan masyarakat tak akan terwujud.
Merunut sejarah demokrasi di Negeri Langkah Serentak Limbai Seayun, ada sebagian dusun belum kebagian wakilnya di DPRD Kabupaten Bungo. Ada beberapa factor yang memicunya, salah satu diantaranya, suara terpecah oleh kepentingan partai lain yang memiliki calon anggota legislative di dusun tersebut dan kepentingan uang/materi sesaat. Bila ada belasan partai, maka dengan bangganya berdiri calon tersebut di dusun itu, sehingga mau tidak mau, suaranya terpecah belah.
Memang suara yang tersedia sudah disumbangkan untuk belasan partai, tetapi calon yang terpilih bukanlah putra dusun tersebut. Maka tetaplah akan menjadi anak tiri. Disini secara tidak sadar masyarakat sudah membuat pengeroyokan putra daerah secara besar-besaran.
Mungkin hal ini tak boleh terjadi lagi. Saatnya Masyarakat Bangkit dan Bersatu Menuju Dusun Maju dan Sejahtera.
Penulis : Abdul Qodir Umar