Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter Dalam Lingkungan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Oleh : Nurhayati, M.Pd.
Email : Nurhayati.doank@rocketmail.com
Guru SDN.194/II Sungai Pinang, Kabupaten Bungo

Abstrak

Tujuan artikel ini adalah untuk memaparkan konsep nilai-nilai karakter dalam lingkungan serta memaparkan secara teoritis penerapan nilai-nilai tersebut pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran kelas yang wajib diikuti oleh siswa pada jenjang Sekolah Dasar. Sebagai mata pelajaran wajib, perlu dilakukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran Bahasa Indonesia. Selaian peningkatan mutu pembelajaran salah satu aspek yang harus diintegrasikan dalam pembelajaran adalah nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter yang diharapkan diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ini bersumber dalam lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Artikel ini ditulis dengan metode kajian literature dari berbagai sumber dan jurnal penelitian yang relevan. Secara rinci tujuan tulisan ini adalah untuk membahas tentang pengertian karakter, Komponen-komponen karakter, Peranan Lingkungan dalam pendidikan Karakter, Hubungan Karakter dan Lingkungan, Strategi pengintegrasian nilai karakter dalam lingkungan pada pembelajaran Bahasa Indonesia.

Kesimpulan dari artikel ini bahwa pengintegrasian nilai karakter ini penting untuk diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar, karena dengan penerapan model ini disamping siswa menguasai materi pelajaran siswa juga dididik untuk memiliki karakter yang baik sebagai jati diri dan perilaku yang baik dalam kehidupan. Dari berbagai literature terdapat kesamaan hasil dan kesimpulan mengenai pengintegrasian nilai karakter ini dalam pembelajaran.

Kata Kunci : Nilai-Nilai Karakter, Lingkungan dan Pembelajaran Bahasa Indonesia.

PENDAHULUAN

Pendidikan karakter diyakini dapat dijadikan suatu kekuatan bangsa untuk menuju peradaban yang lebih baik, karena pendidikan karakter itu sendiri pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Keberhasilan pendidikan khususnya pendidikan karakter tidak saja ditentukan oleh sekolah sebagai lembaga formal penyelenggara program pendidikan karakter, namun lebih dari itu masih diperlukan pihak-pihak terkait yang merupakan faktor pendukung keberhasilan. Faktor tersebut adalah lingkungan, lingkungan pendidikan meliputi sekolah, keluarga dan masyarakat.

Banyak sekali nilai-nilai karakter yang berkembang dan dijadikan norma dalam kehidupan bermasyarakat,nilai-nilai positif tersebut hendaknya dijadikan suatu pembiasaan perilaku dan menjadi tatanan nilai dalam berhubungan dan bersosialisasi di masyarakat. Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Perpaduan nilai karakter yang ada di sekolah dan pengaplikasian nilai tersebut di masyarakat dapat dijadikan langkah positif untuk keberhasilan pendidikan karakter.

Manusia adalah produk lingkungan, maka jangan sampai pengaruh lingkungan yang buruk merusak karakter yang baik. Seberapa mampu kita membentengi diri dari pengaruh negative lingkungan menjadi penting dalam pembentukan karakter kita. Paper ini akan membahas mengenai pendidikan karakter khususnya di Sekolah Dasar yang merupakan usia awal untuk pembiasaan dan internalisasi nilai-nilai karakter yang baik sebagai pembentuk budi perilaku yang luhur. Pembahasan makalah berikut ditinjau dari sisi nilai karakter dalam lingkungan sebagai faktor pendukung keberhasilan pendidikan karakter.

PEMBAHASAN

Konsep Nilai Karakter dalam Lingkungan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia.

a. Pengertian Karakter

Pengertian karakter menurut istilah dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat kejiwaan, ahlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang. Sedangkan menurut buku Pedoman Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, karakter adalah watak, tabiat, ahlak atau kepribadian yang terbentuk dari proses internalisasi sebagai landasan cara pandang berfikir dan bertindak.

Sedangkan menurut pendapat beberapa ahli filsafat bahwa pengertian karakter adalah sebagai berikut : Aristoteles mengatakan bahwa “ karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain.” Sementara Micahel Novak mengatakan karakter adalah “ campuran compatible dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi religius , cerita sastra, kaum bijaksana , dan kumpulan orang berakal sehat yang ada dalam sejarah.”

Makna Pendidikan karakter sendiri Menurut Dirjen Dikti (dalam Barnawi dan M. Arifin, 2012:24), pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,pendidikan watak, yang bertujuanmengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, mewujudkan, dan menebar kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Selain itu, Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Hal ini sesuai dengan pendapat Ellen dalam Zainal Aqib, 2011: 41).

b. Komponen-Komponen Karakter
Karakter yang baik, terdiri dari komponen sebagai berikut :

Baca Juga :  Media Massa dan Pemerintah Daerah

Pertama, Pengetahuan Moral, terdapat banyak jenis pengetahuan moral yang berhubungan dengan perubahan moral kehidupan, keenam aspek berikut ini merupakan aspek yang menonjol sebagai tujuan pendidikan karakter yang diinginkan, yaitu : kesadaran moral, pengetahuan nilai moral, penentuan perspektif, pemikiran moral, pengambilan keputusan, dan pengetahuan pribadi.
Kedua, Perasaan Moral, Seberapa jauh kita peduli tentang bersikap jujur, adil dan pantas terhadap orang lain sudah jelas mempengaruhi pengetahuan moral kita pada perilaku moral. Sisi emosional karakter ini terbuka terhadap pengembangan oleh keluarga dan sekolah. Aspek tersebut antara lain : hati nurani, harga diri, empati, mencintai hal yang baik, kendali diri dan kerendahan hati. Ketiga, Tindakan Moral, Tindakan moral untuk tingkatan yang lebih besar merupakan hasil atau outcome dari dua bagian karakter lainnya. Untuk benar-benar memahami apa yang menggerakkan atau mencegah seseorang melakukan tindakan moral kita perlu memperhatikan tiga aspek karakter, antara lain : Kompetensi, keinginan dan kebiasaan.

c. Peranan Lingkungan dalam Pendidikan Karakter

Dalam konteks makro kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, pelaksanaan pendidikan karakter merupakan komitmen seluruh sektor kehidupan. Sedangkan secara mikro pengembangan karakter dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan formal dan nonformal; kegiatan kokurikuler dan/atau ekstrakurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat. Dari acuan tersebut, dapat diketahui bahwa faktor pendukung keberhasilan pendidikan karakter adalah lingkungan, baik lingkungan formal, non formal dan masyarakat yang saling bekerjasama.
Lebih rinci berikut dijabarkan pengembangan dan pembudayaan pendidikan karakter berbasis lingkungan :

1. Lingkungan sekolah.

Dalam lingkungan satuan pendidikan formal dan nonformal dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosiokultural satuan pendidikan formal dan nonformal memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga satuan pendidikan formal dan nonformal lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian yang mencerminkan perwujudan karakter yang dituju.

2. Lingkungan rumah dan masyarakat.

Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan pendidikan formal dan nonformal sehingga menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing. Hal ini dapat dilakukan lewat komite sekolah, pertemuan wali murid, kunjungan/kegiatan wali murid yang berhubungan dengan kumpulan kegiatan sekolah dan keluarga.

3. Peranan Lingkungan sekolah.

Dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa digugu dan ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.

Peran masing-masing komponen adalah sebagai berikut :

1. Peran Lingkungan keluarga.

Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika keluarga-keluarga yang merupakan fondasi masyarakat lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa berbagai masalah masyarakat – seperti kejahatan seksual dan kekerasan yang merajalela, serta segala macam kebobrokan di masyarakat – merupakan akibat dari lemahnya institusi keluarga.
Dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.

2. Peran Lingkungan Masyarakat.

Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada “kini dan di sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas pada kini dan di sini pula.

d. Hubungan Karakter dan Lingkungan
Terdapat hubungan yang erat antara karakter dan lingkungan moral, hal ini dapat dilihat dari realita di lapangan. Menurut Thomas Lickona, Karakter tidak berfungsi dalam ruang hampa, karakter berfungsi dalam lingkungan sosial, seringkali lingkungan tersebut menindas perhatian moral, kadang-kadang karakter bersifat sedemikian rupa sehingga banyak orang merasa bodoh dengan melakukan “hal yang bermoral”.

Baca Juga :  Pasca Dirazia, Empat Unit Alat Berat Diduga Milik Oknum Kades Kabur ke Kibul

Lebih lanjut Thomas Lickona mengatakan bahwa :
“Untuk memahami bagaimana orang-orang yang secara moral merasa serba salah, dan bagaimana membantu mereka untuk merasa tenang, harus memperhatikan dampak lingkungan. Demikian juga sekolah, apabila sekolah ingin mengembangkan karakter sekolah harus menyediakan lingkungan moral yang menentukan nilai-nilai yang baik dan menyimpannya di hadapan hati nurani setiap orang.

e. Strategi pengintegrasian nilai karakter dalam lingkungan pada pembelajaran Bahasa Indonesia.

Pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta didik tentang keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tujuan dan fungsinya. Menurut Slamet (2007: 6), fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat komunikasi seseorang. Seseorang belajar bahasa karena didesak oleh kebutuhannya untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Untuk itu, dalam kegiatan pembelajaran, peseta didik dituntut untuk mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk keperluan berkomunikasi dalam berbagai situasi, yaitu mampu menyapa, bertanya, menjawab, menyebutkan, mengungkapkan pendapat dan perasaan. Dalam kegiatan berkomunikasi, peserta didik pun dituntut untuk menggunakan bahasa yang mencerminkan nilai-nilai karakter yang berhubungan dengan nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Mahaesa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta nilai-nilai ciri khas kebangsaan. Di samping itu, pembelajaran bahasa Indonesia disajikan secara bermakna sebagai suatu kebutuhan, yaitu dalam konteks penggunaannya dalam komunikasi. Kebermaknaan suatu kalimat mengait pada konteks pemakaiannya. Konteks yang dimaksud adalah konteks yang wajar yang memang terdapat pada interaksi antar penutur yang berkomunikasi.

Slamet (2007: 7) menyatakan, penekanan utama dalam pembelajaran dengan pendekatan komunikatif adalah mengaitkan keterampilan peserta didik untuk berkomunikasi dengan bahasa. Bahasa diajarkan sebagaimana yang digunakan dalam berkomunikasi. Pengetahuan bahasa (tata bahasa dan kosa kata) bukan merupakan tujuan pencapaian berbahasa. Pertama-tama yang ditekankan adalah kemampuan komunikatif. Dengan kemampuan komunikatif tersebut, peserta didik dengan sendirinya mencerminkan nilai-nilai karakter yang dianutnya sebagai makhluk sosial dan makhluk berbudaya. Metodologi pembelajar bahasa tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan karena bahasa adalah cerminan dari sebuah kebudayaan. Artinya, kebudayaan yang dianut seseorang dapat mencerminkan karakter pemakai bahasa. Hauschild (2012 : 5) berpendapat, “In addition to promoting language and content learning, environmental topics give educator theopppportunity to help studens understand how changes in daily behaviors can benefitMother Nature”. Pernyataan tersebut memberikan gambaran dalam usaha peningkatan pembelajaran dan konten pembelajaran, topik yang dekat dengan lingkungan akan memberi kesempatan kepada guru-guru untuk membantu peserta didik dapat mengerti bagaimana perubahan-perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan kehidupan sehari-hari secara alami.

Menurut Mendiknas yang tertuang dalam Standar isi (2006: 231), bahwa Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Sedangkan Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Bahasa Indonesia yang baik adalah Bahasa yang sesuai dengan nilai sosial budaya masyarakat Indonesia. Bahasa Indonesia yang benar adalah Bahasa yang sesuai dengan aturan dan khaidah tata Bahasa Indonesia. Artinya, kata atau kalimat yang digunakan peserta didik haruslah sesuai nilai-nilai yang tertanam dalam masyarakat Indonesia dengan memperhatikan ejaan yang sesuai dengan kaidah dan aturan dalam tata Bahasa Indonesia. Hal ini menjadi tanggung jawab guru untuk mengelaborasikan kepada peserta didik sehingga menampakkan perilaku peseerta didik dalam bertindak tutur yang mencirikhaskan sebagai bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai sosial budaya sebagai warisan luhur bangsa
Berdasarkan karakter yang dimiliki individu, nilai-nilai dalam karakter merupakan nilai-nilai yang berkembang, berlaku, diakui, dan diyakini, serta disepakati untuk dilaksanakan oleh setiap warga masyarakat atau negara. Muslich (2011: 19) mengaitkan antara nilai, budi pekerti, moral dan norma. Ia menyatakan nilai yang diambil adalah nilai tinggi, luhur, mulia, suci, dan jujur. Norma yang diambil juga mendekatkan hidupnya kepada yang memberi hidup agar selamat. Moral memberikan petunjuk, pertimbangan, dan tuntunan untuk berbuat dengan tanggung jawab sesuai dengan nilai, norma yang dipilih. Dengan demikian, mempelajari budi pekerti tidak terlepas dari mempelajari nilai, norma, dan moral yang berkembang di tengah masyarakat.

Pada sisi lain, nilai-nilai karakter yang dianut oleh sesorang tidak terlepas dari faktor budaya, pendidikan dan agama, di samping faktor keluarga dan masyarakat yang dapat mempenharuhinya. Menurut Azra (2012), faktor agama, budaya dan pendidikan sangat berhubungan erat dengan nilai-nilai yang sangat penting bagi manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Budaya atau kebudayaan umumnya mencakup nilai-nilai luhur yang secara tradisional menjadi panutan bagi masyarakat. Pendidikan—selain mencakup proses transfer dan transmissi ilmu pengetahuan—juga merupakan proses sangat strategis dalam menanamkan nilai dalam rangka pembudayaan anak manusia. Sementara itu, agama juga mengandung ajaran tentang berbagai nilai luhur dan mulia bagi manusia untuk mencapai harkat kemanusiaan dan kebudayaannya. Sekolah, pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat “transfer of knowledge” belaka. Seperti dikemukakan Fraenkel (1977: 1-2), sekolah tidaklah semata-mata tempat di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran. Sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan usaha dan proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai (value-oriented enterprise). Lebih lanjut, Fraenkel mengutip John Childs yang menyatakan, bahwa organisasi sebuah sistem sekolah dalam dirinya sendiri merupakan sebuah usaha moral (moral enterprise), karena ia merupakan usaha sengaja masyarakat manusia untuk mengontrol pola perkembangannya.

Baca Juga :  Insya Allah! CE-Ratu Menang, Ada Internet Gratis di Ruang Publik

Berdasarkan pandangan yang dikemukakan di atas, bahwa tingkah laku merupakan sebuah cerminan dari pola pikir peserta didik yang harus ditanamkan. Peserta didik harus bertanggung jawab atas apa yang mereka pikirkan, sehingga mereka harus mengerti bagaimana berfikir dan bertindak secara intelektual yang dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencapai pola pikir tersebut, perlu adanya proses penanaman nilai-nila karakter sebagai penetu jati diri peserta didik, yaitu salah satunya adalah keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa, khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia yang dipelajari peserta didik mulai dari pendidikan tingkat dasar sampai di perguruan tinggi tujuannya tidak lain adalah bagaimana generasi penerus bangsa Indonesia tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Dengan Bahasa akan menunjukkan bangsa, dan pengguna Bahasa menunjukkan lambang identitas diri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian pembahasan paper ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Karakter adalah watak, tabiat, ahlak atau kepribadian yang terbentuk dari proses internalisasi sebagai landasan cara pandang berfikir dan bertindak, sedangkan komponen karakter antara lain : pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan moral.
2. Faktor pendukung keberhasilan pendidikan karakter antara lain : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
3. Bentuk kerjasama antara sekolah, orang tua dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain : komunikasi yang baik, terlibat aktif dalam kegiatan sekolah, pengawasan terhadap siswa baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
3. Peranan Lingkungan sekolah dalam pengembangan karakter peserta didik memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama pembudayaan karakter dalam pembelajaran, sedangkan keluarga berperan sebagai wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak, apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya, dan peran masyarakat adalah memberikan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter di lingkungan masyarakat.
4. Terdapat hubungan yang erat antara karakter dan lingkungan moral, hal ini dapat dilihat dari realita di lapangan. Menurut Thomas Lickona, Karakter tidak berfungsi dalam ruang hampa, karakter berfungsi dalam lingkungan sosial.

Berikut saran pada paper ini :

1. Pendidikan karakter menjadi penting untuk diterapkan, mengingat pendidikan karakter yang kuat dapat dijadikan kekuatan bagi bangsa menuju peradaban yang baik menuju persaingan dunia di masa depan.
2. Lingkungan keluarga merupakan faktor pendukung yang utama bagi keberhasilan pembudayaan pendidikan karakter, oleh karena itu diharapkan perhatian dan pengawasan yang lebih dari keluarga terhadap penanaman nilai dan pembudayaan karakter anak.
3. Demi keberhasilan pendidikan karakter, diharapkan kerjasama dan pelaksanaan peran masing-masing secara bertanggung jawab baik di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
4. Pengintegrasian nilai karakter dalam lingkungan pada pembelajaran Bahasa Indonesia sangat penting mengingat Bahasa Indonesia merupakan salah satu karakter Budaya Indonesia yang harus dilestarikan.

REFERENSI

Agusrida, 2016. Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia (Kupasan Pada Mata Diklat Pendalaman Materi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia).

Tersedia :
http://bdkpadang.kemenag.go.id/index.php. diakses tanggal 29 Juli 2016.
Arul O, 2012. Peranan Sekolah dan Keluarga dalam Pendidikan Karakter. Dalam http://aruloktavian.blogspot.com/Diakses tanggal 17 Maret 2015
Ida, L. 2015. Pengaruh Lingkungan dalam Pembentukan Karakter. Tersedia: http://edukasi.kompasiana. Diakses tanggal 17 Maret 2015.
Kemdiknas,2010. Pendidikan Karakter Dan Budaya Bangsa: Strategi Dan Tantangannya dalam Http://Riset.Amikom.Ac.Id Diakses tanggal 17 Maret 2015

Lickona, T. (2012). Mendidik Untuk Membentuk Karakter. Bandung : Bumi Aksara

Quraish Shihab (1996) dalam Arul Oktavian, 2012. Peranan Sekolah dan Keluarga dalam Pendidikan Karakter. Dalam http://aruloktavian.blogspot.com/. Diakses tanggal 17 Maret 2015.

Zul Fajri EM, Ratu Aprilia Senja.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,Cetakan ketiga (Jakarta : Aneka Ilmu 2008).

Komentar